Sabtu, 18 April 2009

Hukum dan Moral

HUKUM DAN MORAL

  1. Pengantar : Etika dan Moral

Untuk memulai membahas hal ini kita terlebih dahulu harus mengetahui tentang istilah “moral” . Moral memiliki makna ganda. Makna yang pertama adalah seluruh kaidah. Dan makna yang kedua adalah nilai yang berkenaan dengan ikhwal baik atau perbuatan baik manusia.

Menurut W.K.Frankena (ETHIC,1973) menarik suatu paralelitas dengan institusi – institusi seperti bahasa, negara, dan gereja. Institusi seperti moral sebenarnya sudah ada sebelum individu manusia itu ada dan tidak akan hilang walaupun individu.

Moral dalam individu manusia sudah tumbuh sejak lahir dan berkembang dalam masyarakat.Karena di dalam masyarakat sudah ada suatu sistem konseptual tentang moral dan hukum. Sehingga manusia itu tumbuh dan menyerap sistem tersebut menjadi bagian dari dirinya dan menerapkan dalam kehidupan individu manusia untuk diterapkan dalam masyarakat.

Banyak yang menyamakan antara Moral dan Etika. Namun bila ditilik lebih jauh, etika adalah konsep tentang moral dalam arti seluruh kaidah. W.K. Frankena membagi etika menjadi tiga bagian. Yaitu etika deskriptif (etika paparan, beschrijvende ethiek) , etika kaidah (norm-ethiek) , dan etika nilai (waarde ethiek).

  1. Etika Paparan

Etika paparan adalah sebuah bidang yang dibuat oleh para antropolog, historikus, psikolog, dan sosiolog. Di dalam hal tersebut memaparkan moral yang berlaku dalam masyarakat. Yang disebut moral positif, yaitu moral yang berlaku di suatu masyarakat tertentu, pada saat itu dan di tempat itu. Menurut pandangan polivistik, bentuk etika ini harus berada di luar konsep moral dan pemaparannya harus berdiri sendiri ( berdiri eksternal ) serta berkenaan dengan suatu study pemaparan pola kaidah – kaidah dan nilai – nilai yang berlaku dengan dalam sutu msrakat tertentu. Jadi peneliti bertindak sebagai pengamat.

Jika pandang dari segi normative, peneliti harus bertindak sebagai pertisipan yang ikut berdiri internal dalam pemaparannya. Perbedaan yang demikian itulah yang membuat pengertian tentang kaidah kesopanan, kaidah moral dan kdah hukum.

a. Perbedaan antara Kesopanan dan Moral

Kedua kaidah tersebut memiliki kesamaan yaitu sama – sama diarahkan pada perbuatan manusia, besifat intersubjektif, dan berkenaan tentang hubungan sesama manusia. Perbedaannya adalah Kaidah Moral adalah kaidah yang pada akhirnya mengarah pada jenis kehidupan yang akan dijalani oleh manusia, tidak hanya itu. Kaidah moral juga memberikan struktur dalam masyarakat.Bagaimana manusia berbuat baik atau buruk dan setiap orang akan mengenal kaidah dasar tersebut yaitu kaidah moral. Dan kaidah moral adalah kaidah yang terpenting dari kaidah – kaidah yang lain.

Lain halnya dengan kaidah kesopanan, kaidah ini berkenaan dengan kaidah ng tumbuh dari kebiasaan yang berkaitan dengan kemudahan, kepantasan dan bentuk – bentuk dalam pergaulan. Misalnya kaidah busana. Kaidah ini akan mengalami pergeseran sesuai dengan perkembangan jaman.

b. Perbedaan antara Hukum dan Moral

Menurut filsuf Kant (1724 - 1804) perbedaan antara hukum dan moral terletak pada tuntutan terhadap dua jenis kaidah. Kaidah hukum mengarah diri hanya untuk perbuatan lahiriah. Jadi berperilaku hukum sesuai dengan yang diperintahkan. Lain dengan kaidah moral yang mempunyai kaitan dengan alasan atau motivasi yang dilakukannya perbuatan lahiriyah. Pendek kata hukum berkaitan dengan lahiriah dan moral berkaitan dengan batiniah dan lahiriah. Tapi hal ini sudah ketinggalan d dalm hukum moderen sehingga dapat disimpulkan lagi kaidah tersebut dibagi menjadi tiga.

Pertama kaidah hukum yang tidak dapat dimasukkan dalam kaidah terpenting yang dikenal manusia. Disini suatu kaidah hukum bersifat netral atau teknikal dan secara moral adalah indiferen namun tujuannya tetap mengacu pada moral dan perlindungan hidup manusia. Kedua adalah kaidah hukum yang dipandang sebagai kaidah yang penting bagi manusia, dan kaidah yang paling penting itu adalah kaidah hukum moral. Sehingga disini terjadi tumpang tindih antara moral dan hukum. Ketiga adalah kaidah moral yang mengatasi hukum. Banyak kaidah moral yang berada diluar hukum positif seperti hubungan afektif, hubungan ikatan keluarga dan hubungan lingkungan persahabatan. Tiap orang punya moral pribadi yang tidak ada dalam hukum positif. Yang dimaksud disini adalah kaidah moral yang khas yaitu kaidah yang menuntut perbuatan supererogasi dimana seseorang melakukuan sesuatu lebih dari yang dituntut dari dirinya sebagai kewajiban moral. Misalnya pengorbanan diri heroik seperti tindakan seorang perwira komando yang menjatuhkn diri ke granat untuk melindungi prajuritnya yang baru sedang gugup yang tidak sengaja mncabut pengaman granat.

Perbuatan seperti ini menurut orang, secara moral baik jika dilakukan tapi belum tentu tidak baik atau buruk jika tidak dilakukan. Sehingga hal ini mempunyai batasan yang belum jelas. Sehingga kita juga harus membicarakan tentang etika kewajiban, etika kaidah dan etika nilai.

3. Etika Kaidah

Etika kaidah bersifat khas yaitu universalistic,karena kaidah ini berlaku untuk setiap orang. Etika kaidah ini mencakup teori – teori yang menyatakan bahwa orang melakukan perbuatan yang secara moral baik jika ia mematuhi aturan. Dan etika ini juga mengarahkan diri pada perbuatan manusia. Dalam etika kaidah, kaidah menempati kedudukan sentral. Dimana terlihat banyak persamaan dengan kaidah hukum primer yang mengarah pada perilaku manusia dan bersifat wajib. Juga di dalam etika ini terdapat berbagai aliran yaitu Teori Deontik dan Teori Teleologi.

a. Teori – teori Deontik

Teori ini meletakkan kewajiban oleh manusia harus dipenuhi semata – mata karena perbuatan itu secara moral adalah baik. Deontik yang berarti “yang diwajibkan” dalam arti luasnya dijadikan sinonim dari etika kaidah itu sendiri. Teori ini cenderung mengarahkan manusia menggunakan akal budinya, dengan membuat manusia itu berfikir bagaimana ia harus melaksanakan kaidah moral, dalam situasi tertentu maka ia akan melakukan perbuatan yang sesuai dengan kaidah itu. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa penarapan etika ini hanya berdasar ada penalaran lokila dari manusia itu sendiri. Sehingga membuat etika ini memiliki kelemahan yaitu etika ini terlalu rasional dan terlalu kaku. Padahal dalam memutuskan suatu moral tidak bisa lepas dari peranan kepercayaan, perasaan dan intuisi serta situasi yang terjadi saat itu. Hal ini membuat teori ini kurang dianut oleh para filsuf Intuisionistik dan Eksistensialistik.

b. Teori Teleologik

Teori ini menempatkan tujuan perbuatan sebagai landasan bagi kaidah moral, sebab orang baru dapat mengatakan perbuatan itu baik secara moral jik akibat dari perbuatan itu baik secara moral. Jadi teori ini memandang dari segi akibat yang ditimbulkan perbuatan tersebut. Teleologi yang berarti “tujuan”. Jadi teori yang diarahkan pada tujuan perbuatan.

Dalam teori ini mengarahkan seseorang untuk berfikir dengan melihat dari segi tujuan atau hasil ( faedah ) jika akan bertindak sesuatu. Apakah perbuatan itu bermanfaat baik untuk dirinya atu tidak. Sehingga mampu melahirkan aliran - aliran lain. Misalnya etika egoisme dan utilitarisme.

Teori etika egoisme memandang kegunaan kaidah tertentu bagi kesejahteraan diri sendiri sebagai tujuan dari etika. Jadi melakukan sesuatu yang berefek banyak baiknya bagi diri sendiri. Namun hal ini berbeda dengan sifat egois yang mengejar kepentingan diri sendiri tanpa peduli dengan kepentingan orang lain. Teori ini membuat orang berfikir bagaimana caranya mengambil keputusan dengan pertimbangan menguntungkan banyak pihak.

Utilitarisme yaitu asas dimana memandang suatu kegunaan yang bermanfaat bagi banyak orang dan kesejahteraan umum. Menuntut seseorang untuk menemukan kaidah yang bisa mensejahterakan kepentingan umum, sekalipun kaidah tersebut bertentangan dengan kepentingan individu tersebut.

4. Etika Nilai

Etika nilai (waarde – ethiek) lebih tua dari etika nilai, etika ini dikembangkan oleh filsuf – filsuf Yunani pada Zaman Kuno di lingkungan Kristiani. Teori inti berisi tentang manusia melakukan perbuatan baik secara moral jika ia mengacu pada nilai – nilai, yang harus biberikan sebanyak mungkin dari kehidupannya. Sehingga membuat pandangan orang menjadi mengarah tidak hanya pada perbuatan - perbuatan yang dilakukan saja tapi lebih menekankan pada keseluruhan pribadinya. Karena itu etik ini juga disebut sebagai etika keberadaan atau etika eksistensi.

Dalam mempelajari etika moral, tidak lepas dari nilai – nilai moral itu sendiri. Banyak macam nilai – nilai moral tersebut. Nilai moral yaitu nilai yang bersifat baik dan harus diwujudkan dalam kehidupan manusia tersebut. Nilai Estetika yaitu nilai yang berkaitan dengan keindahan, tapi etika ini tidak harus diwujudkan oleh setiap manusia. Nilai Religius yaitu nilai ang terkait dengan nilai estetika dan nilai moral, tapi dari suatu tatanan yang lain yaitu kepercayaan dan didalamnya orang merasa ikut berperan. Nilai teknikal yaitu nilai yang berkaitan dengan berfungsinya atau bekerjanya ihwal tertentu dengan baik.

Satu lagi selain etika nilai yaitu etika kebajikan. Kebajikan atau keutamaan menempati posisi sentral yang berarti memiliki kemampuan khusus memberikan bentuk pada nilai kehidupan. Di dalam setiap diri manusia terdapat sutu kebajikan, dan jika ia bisa memberi bentuk dalam kehidupannya berarti orang tersebut telah menggunakan kebijakan dalam hidupnya.

5. Etika Fuller

Etika kewajiban dan etika nilai adalah suatu kompleneter dalam moral. Sama seperti meninjau tentang hukum yang memiliki landasan yang fundamental yaitu asas – asas hukum. Asas huku itu mempunyai nilai, nilai tersebut menjalankan kaidah, yang kaidah hukum tersebut penting untunk masyarakat. Dapat dikatakan bahwa Etika fuller ada di dalam moral, tetapi juga di dalam hukum, nilai dan kewajiban yang saling terkait.

Menurut pandangan Lon Fuller ada dua jenis moral yaitu, moral kewajiban dan moral aspirasi. Moral kewajiban ini adalah moral yang harus dipenuhi dalam suatu masyarakat dan moral tersebut bisa merupakan aturan yang tegas, keras dan memaksa. Sehingga dapat ditransformasikan menjadi hukum positif. Lain halnya dengan moral aspirasi yang menuntut individu mencapai kesempurnaan,dengan jalan apapun. Moral ini bersifat bebas sehingga membiarkan individu memilih enggunakan cara yang bagaimana yang penting dapat memperoleh kesempurnaan.

Selain itu Lon Fuller membedakan antara moral hukum internal dengan moral hukum eksternal. Moral hukum internal adalah syarat – syarat yang harus dipenuhi agar layak mendapat nama hukum. Moral hukum internal hanya berkenaan dengan aturan aturan bagaimana orang memulai pelaksanaan pembentukan hukum. Jika aturan aturan tersebut tidak memenuhi maka dipandang dengan moral hukum eksternal. Eksternal disini berarti tuntutan yang harus diajukan agar hukum dapat berfungsi dengan adil .

3 komentar:

  1. makasih bang mohon ijin untuk ditambahkan pada tugas kuliah saya, matur nuwun

    BalasHapus
  2. Maaf, itu pandangan polivistik apa ya?

    BalasHapus

Silakan anda bisa memberi komentar atas tulisan saya diatas...